BUKU TAMU

Kamis, 22 Desember 2011

Radha’ah (Penyusuan)


HUKUM DONOR ASI PERAH


Sepuluh tahun terakhir, sedang gencar-gencarnya kampanye tentang ASI eksklusif selama 6 bulan. Tidak ada yang membantah apabila ASI adalah minuman terbaik dan tak tergantikan bagi buah hati sejak lahir hingga awal 2 tahun kehidupannya. Golden liquid atau cairan emas ini merupakan modal awal membentuk generasi emas. Bahkan dalam Islam pun menyarankan untuk menyusui bayi hingga genap dua tahun umurnya.


Kenyataannya ada ibu yang memiliki kendala ketika harus memberikan asi karena satu dan lain hal. Bahkan ada ibu yang tidak dapat menghasilkan asi sama sekali, tetapi juga ada ibu yang produksi asinya sangat melimpah. Bahkan memiliki stok hingga lebih dari 5 liter asi perah. Kondisi seperti ini membuat ibu-ibu memiliki ide untuk men-donor-kan asi perahnya. Bagaimana donor ASI perah dari sudut pandang hukum agama, hukum negara serta kesehatan bagi pendonor ASI serta yang pengguna donor asi perah? Kita sharing bersama yuk bu....

Pertama kita sharing donor asi perah dari sudut pandang hukum Agama, karena agama yang saya anut adalah Islam dan mayoritas masyarakat Indonesia juga Islam, maka pembahasan ini menurut agama Islam ya Bunda.. Menurut buku Fiqih Wanita karangan Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Bab Penyusuan disebutkan bahwa ada dua pendapat tentang hukum penyusuan yang menjadikan haram dinikahi. Pendapat pertama dari Imam Asy-Syafii dan Ishaq, Aisyah RA mengatakan: “Di dalam Al-Quran diturunkan sepuluh kali penyusuan yang dimaklumi. Kemudian turun juga lima kali penyusuan yang dimaklumi.”(HR.Muslim).
Juga dari Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda,
لاَ تُحَرِّمُ  الْمَصَّةُ وَلاَ الْمَصَّتَانِ (رواه مسلم وابو داود والترمذى )

“Sekali dua kali hisapan itu tidak mengharamkan (pernikahan).” (HR.Muslim, Abu Dawud dan At-Tarmidzi)
            Sebagian ulama dari kalangan sahabat nabi dan lainnya berpendapat: “Penyusuan, sedikit maupun banyak jika telah sampai di tenggorokan maka telah menjadikan orang yang menyusui dan yang disusui haram menikah.” Ini merupakan pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Malik bin Anas, Al-Auza’i, Abdullah bin Mubarak, Waki’ dan penduduk Kufah.
            Pengharaman tersebut tidak berlaku pada penyusuan yang kurang dari lima kali hisapan secara terpisah-pisah. Hal itu sesuai dengan hadits dari Aisyah RA di atas. Namun secara umum mereka sepakat bahwa penyusuan yang kurang dari tiga hisapan tidak menyebabkan haramnya nikah antara orang menyusui dan yang disusui.
            Dengan demikian pengharaman tersebut berlaku bagi hisapan yang lebih dari tiga kali. Sesuai hadits Rasulullah SAW yang menyatakan: “Sekali dua kali hisapan itu tidak mengharamkan (pernikahan antara yang menyusui dan yang disusui).” (HR.Muslim, Abu dawud dan At Tirmidzi).
            Mengutip salah satu artikel yang saya baca dalam Kompas.com hari Sabtu tanggal 15 Mei 2010. Ustadzah Faizah Ali mengatakan, Nabi Muhammad SAW pun memiliki ibu susu. Yang perlu diperhatikan adalah terjadinya hubungan anak antara anak yang mendapatkan ASI dan ibu yang memberikan ASI-nya.
"Anak yang mendapat ASI dari donor sama hukumnya dengan anak kandung, yaitu mahrom, tetapi bukan dalam hal ahli waris. Begitu juga anak-anak si ibu susu menjadi saudara sepersusuan anak-anak tersebut sehingga jatuh hukum tahrim atau haram kawin," kata Faizah dalam acara talkshow yang diadakan oleh AIMI dalam acara "Breastfeeding Fair" di Jakarta, Jumat (14/5/2010).

Mengenai hukum pemberian donor ASI ini, ada beberapa mazhab. "Empat mazhab menyebutkan, apa pun cara pemberiannya, baik disusui langsung atau diperah, meski cuma diberikan satu kali, tetap memberi dampak hukum adanya hubungan mahrom," urai salah satu anggota Komisi Fatwa MUI itu.
Namun, beberapa ulama modern memberikan batasan lima kali pemberian susu yang terpisah, mengenyangkan anak sehingga membentuk tulang dan menumbuhkan daging. "Menurut ijtihad tersebut, bila hanya diberikan satu sampai dua kali, tidak menimbulkan hokum mahrom,” imbuh Faizah.
 Ia menegaskan, keputusan untuk mendonorkan ASI dikembalikan pada individu masing-masing, mau berpegang pada landasan mazhab yang mana saja. "Tetapi untuk amannya, lebih baik dibuat catatan siapa yang kita donorkan ASI dan lebih baik dilanjutkan dengan hubungan silaturahim. Sejak jauh-jauh hari anak juga diberi tahu kalau ia saudara sesusu sehingga terhindar dari kemungkinan adanya haram perkawinan,” katanya. 

            Dari sudut pandang hukum Negara, menurut saya pribadi tidak ada halangan dan alasan untuk saling membantu memberikan ASI kepada ibu yang membutuhkan. Justru pemerintah seharusnya memberikan fasilitas nursing atau menyusui dengan membuka klinik asi di tiap Rumah Sakit Umum Daerah. Dengan adanya klinik asi, ibu-ibu hamil dan menyusui dapat berkonsultasi tentang ASI dan menyusui, dan menyediakan informasi tentang pendonor ASI bagi yang membutuhkan ASI. Karena di kota-kota kecil seperti tempat saya tinggal, informasi tentang ASI sangatlah minim.

            Bidang kesehatan memiliki pandangan agak sedikit berbeda meskipun maksud dan tujuannya adalah sama-sama demi kebaikan. Masih mengutip dari Kompas.com, sebelum mendonorkan ASI kepada orang lain, seseorang perlu melakukan skrining ada tidaknya penyakit, seperti hepatitis, HIV/AIDS, atau TBC. Para ibu yang menderita penyakit tersebut dilarang untuk mendonorkan ASI. Di negara maju, sebelum diberikan, ASI donor secara rutin di- pasteurisasi sehingga relatif aman.   

             Mendonorkan ASI kepada orang lain bukanlah hal yang dilarang baik menurut agama maupun Negara. Hanya saja kita harus bijak apabila ingin mendonorkan ASI perah yang berlebih atau sebaliknya. Sebagai pendonor ASI perah, sebaiknya ibu mencantumkan riwayat kesehatan atau penyakit yang pernah dialami, hingga orang kita donorkan ASI perah merasa nyaman. Begitu juga sebaliknya, bila ibu ingin menggunakan ASI perah dari ibu lain juga berhak mendapatkan informasi tentang riwayat ibu pendonor ASI. Semoga tulisan ini bermanfaat, jika ada saran dan kritik silakan disampaikan via kotak komentar…….. Wallahualam bishowab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar