DOSA PARA PEMIMPIN
Ada sebuah kisah dari zaman Rasulullah SAW tentang
seorang pria yang memohon sebuah jabatan di kala itu.
Seorang sahabat bernama Abu Dzar Al-Ghiffari pergi
mendatangi Rasulullah SAW. Tujuan kedatangan Abu Dzar Al-Ghiffari adalah untuk
mengabdikan diri sebagai pemimpin di daerah layaknya sahabat Rasulullah SAW
yang lain.
“Wahai Rasulullah, tidakkah engkau hendak menggunakan (jasa)-ku?’’ pinta
Abu Dzar.
Tetapi, Rasulullah SAW
tidak serta merta mengabulkan permintaan sahabatnya itu. Rasulullah SAW mencari
tahu karakter Abu Dzar dari sahabat-sahabt lainnya. Dan setelah Rasulullah SAW
mengetahui bahwa kepribadian Abu Dzar tidaklah cocok untuk dijadikan seorang
pemimpin. Rasulullah SAW tidak meragukan kesalehan dan ketakwaan Abu Dzar
Al-Ghiffari, namun beliau ingin mengingatkan akan bahaya menjadi pemimpin tanpa
mampu menjalankan amanah yang diembannya. Karena pemimpin tidak saja
bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya tapi kelak akan
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di pengadilan Allah SWT.
Penting adanya pemimpin dalam sebuah negara atau
daerah, sebab dengan dengan adanya pemimpin rakyat dapat merasa aman dan
makmur. Dengan syarat pemimpin tersebut memiliki sifat jujur, amanah, cerdas,
dan baik. Begitu pula sebaliknya jika pemimpin mempunyai sifat tidak jujur,
khianat, korupsi, tidak adil niscaya rakyatnya atau anak buahnya akan merasa
terdzalimi dan memberontak.
Oleh karena itulah Islam memberikan
pedoman dalam memilih pemimpin yang baik. Allah SWT memerintahkan ummat Islam
untuk memilih pemimpin yang baik dan beriman yang tertuang di dalam kitab suci
Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimmpin (mu):
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagiaan yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
oarng-orang yang zalim ” (QS. Al-Maidah: 51)
“Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan
bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka
lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan
mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang zalim” (At Taubah:23)
Memilih seorang pemimpin tidak hanya
harus beriman tetapi juga harus bersikap adil. Sikap adil ini juga dicontohkan
Rasulullah SAW ketika seseorang perempuan dari suku Makhzun dipotong tangannya
lantaran mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta Usama bin Zaid supaya
memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya, Rasulullah pun marah. Beliau
bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh
ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu.
Memilik kembali beberapa kasus hukum yang
berhubungan dengan pihak-pihak berrekening gendut negara ini telah menyita
perhatian masyarakat. Seperti kasus Artalita Suryani (ayin), terpidana kasus
pembobolan rekening nasabah Bank Century. Ruang tahanan Ayin memiliki fasilitas AC, televisi layar datar,
kasur per yang empuk, telefon genggam yang terus digunakan untuk berhubungan
dengan dunia luar (penjara). Tidak juga lupa masyarakat dengan kasus Gayus
Tambunan, tersangka kasus mafia pajak. Gayus dengan leluasa keluar masuk sel
bahkan keluar masuk Negara dengan memalsukan paspornya.
Bagaimana dengan kasus nenek Minah di
Banyumas yang didakwa 1,5 bulan penjara karena mencuri 3 buah kakao senilai
tidak lebih dari Rp. 10000. Kasus-kasus lainnya: Supriyadi (40), terlibat kasus
pencurian dua batang singkong dan satu batang bambu di Pasuruan divonis 1 bulan
20 hari kurungan (10/2010). Kasus Amirah, pekerja rumah tangga yang dituduh
mencuri sarung bekas di Pamekasan, dipenjara 3 bulan 24 hari. Ironis
sekali.
“Sesungguhnya Allah
akan melindungi negara yang menegakkan keadilan walaupun ia kafir, dan tidak
akan melindungi negara yang dzalim (tiran) walaupun ia muslim”. (Mutiara I dr
Ali ibn Abi Thalib).
Abu Hurairah ra, ia berkata, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: “ada tujuh golongan manusia yang kelak akan memperoleh
naungan dari Allah pada hari yang tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Nya,
(mereka itu ialah):
1.
Imam/pemimpin yang adil.
2.
Pemuda yang terus-menerus hidup dalam
beribadah kepada Allah.
3.
Seorang yang hatinya tertambat di
masjid-masjid.
4.
Dua orang yang bercinta-cintaan karena
Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah pun karena Allah.
5.
Seorang pria yang diajak (berbuat serong)
oleh seorang wanita kaya dan cantik, lalu ia menjawab “sesungguhnya aku takut
kepada Allah”.
6.
Seorang yang bersedekah dengan satu
sedekah dengan amat rahasia, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diberikan oleh tangan kanannya.
7.
Seorang yang selalu ingat kepada Allah
(dzikrullâh) di waktu sendirian, hingga melelehkan air matanya. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Apabila seorang pemimpin bersikap
tidak adil kepada rakyat dan anak buahnya, mengabaikan tanggung jawabnya
terhadap rakyat, serta hanya memihak diri sendiri, keluarga, dan golongannya, niscaya
ia akan menyesalinya pada Hari Kiamat. “Barang siapa yang menjadi pemimpin
(hanya) bagi 10 orang atau lebih, Allah akan mendatangkannya dengan tangan
terbelenggu pada lehernya pada Hari Kiamat, ia akan dibebaskan oleh kebaikannya
atau dikencangkan dosanya, awalannya ialah kesalahan, pertengahannya
penyesalan, dan akhirannya kehinaan pada Hari Kiamat.” (HR.Ahmad)
Dosa seorang pemimpin tidak
bisa disamakan dengan dosa manusia biasa karena dosa pemimpin berdampak luas
dan merugikan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang menyalahgunakan
wewenang dan jabatan demi kepentingan pribadi dan golongannya, membiarkan
kezaliman atau bahkan menyebabkan kezaliman itu sendiri, dan menelantarkan
orang-orang yang tidak mampu, akan dibalas oleh Allah dengan kehinaan dan
siksaan yang pedih. Oleh sebab itu, para pemimpin umat Islam terdahulu selalu
memikirkan tentang penderitaan rakyatnya karena merasa takut akan perbuatan
dosa yang nanti akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah. Mereka tidak pernah
mementingkan dirinya sendiri.
Karenanya, sungguh sangat
memprihatinkan jika seorang pemimpin hanya mengkhawatirkan keselamatan diri, keluarga
dan golongannya dari kemiskinan, jeratan hukum, serta dari kesulitan-kesulitan
birokrasi Negara ini, sementara ia menelantarkan rakyatnya dalam jeratan
kemiskinan, membiarkan hukum berjalan seperti hukum rimba “siapa kuat dia yang
menang”.
Umar bin Khattab RA pernah merinding ketakutan akan
posisinya pada Hari Kiamat hanya karena mengkhawatirkan seekor keledai yang tak
bisa makan. “Andaikan seekor keledai terjerembap di daerah Irak, niscaya Allah
kelak akan menanyakan pertanggungjawabanku, mengapa engkau tidak meratakan
jalannya?”
Jika seorang pemimpin sanggup menunaikan amanah
dengan baik, memberikan hak-hak bagi orang yang dipimpinnya, dan berbuat adil
kepada diri, keluarga, dan rakyatnya, ia termasuk orang yang paling dicintai
Allah dan mendapatkan naungan dari sisi-Nya pada Hari Kiamat. “Sehari
menjadi pemimpin yang adil, lebih baik daripada beribadah selama 60 tahun.” (HR
Ahmad).
Seandainya setiap pemimpin
lebih mengkhawatirkan kedudukannya di sisi Allah SWT dibanding jabatan dan
kekuasaannya saat ini, ia akan senantiasa mendengarkan dan memperhatikan
orang-orang yang dipimpinnya. Sekecil apa pun kesalahan pemimpin terhadap
rakyatnya, akan menjadi penyesalan, kehinaan, dan azab baginya pada Hari Kiamat.
Wallahu ‘alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar